Rabu, 18 Mei 2011

Keutamaan Sabar dalam Islam

Oleh : AHMAD DIMYATI

Dalam sebuah buku yang berjudul “Jihad al-Nafs” karya Ayatullah Mazhahiri (Beirut: Al-Mahijjah Al-Baidha, 1993, hal. 69-70) diceritakan bahwa pada masa Rasulullah SAW, ada seorang istri sholihah yang memiliki anak kecil yang sakit.

Ketika suaminya bekerja di tempat jauh, anaknya itu wafat. Istri itu duduk dan menangisi kepergian anaknya itu. Tiba-tiba ia berhenti menangis dan sadar bahwa sebentar lagi suaminya pulang ke rumah. Ia bergumam, jika saya menangis terus di samping jenazah anakku ini, kehidupan tidak akan dikembalikan kepadanya dan akan melukai perasaan suamiku. Padahal ia pulang dalam keadaan lelah. Ia cepat-cepat meletakkan anaknya yang wafat itu pada suatu tempat.

Datanglah suaminya itu dari tempat kerjanya. Sang istri pun menyambutnya dengan senyum dan penuh kasih sayang. Ia sediakan makanan kesukaannya dan membasuh kaki suaminya itu.

”Mana anak kita yang sakit?” tanya suami. Istrinya menjawab, “Alhamdulillah ia sudah lebih baik.” Sang istri mengajak suaminya untuk tidur hingga terbangun menjelang waktu subuh. Sang suami bangun, mandi, dan shalat sunah. Saat suami akan berangkat ke mesjid untuk shalat shubuh berjamaah, istrinya berkata dengan tenang, “Suamiku aku ingin menyampaikan sesuatu padamu”.

“Silahkan, sebutkan,” kata suaminya. Sang istri pun berkata, “Jika ada yang menitipkan amanat kepada kita, lalu pada saatnya diambil dari kita, bagaimana pendapatmu jika amanat itu kita tahan dan kita tidak mau memberikan kepadanya?”

“Itu perbuatan paling akhlak yang buruk dan bisa disebut khianat dalam beramal. Itu merupakan perbuatan yang sangat tercela. Kita wajib mengembalikan amanat itu kepada pemiliknya bila dminta,” jawab suaminya.

“Sudah tiga tahun, Allah menitipkan amanat kepada kita. Hari kemarin, dengan kehendak-Nya, Allah mengambil amanat itu dari kita. Anak kita sekarang wafat. Ia ada di kamar sebelah. Sekarang berangkatlah engkau dan lakukanlah shalat,” timpah sang Istri.

Suami itu melihat anaknya dan kemudian pergi ke masjid untuk shalat berjamaah di masjid Nabi. Seusai suami itu mengkabarkan kematian anaknya. Nabi Muhammad SAW langsung mendekatinya seraya berkata, “Diberkatilah malam kamu yang tadi itu. Malam ketika suami istri bersabar dalam menghadapi musibah”.

Begitulah seharusnya menyikapi ujian. Yakni dengan bersabar dan tawakal kepada Allah. Namun tidak semua orang bisa memiliki kecerdasan emosional yang tinggi seperti pasangan tersebut.

Arti sabar
Definisi sabar menurut sufi ternama Dzun-nun Al-Mishri, “Sabar ialah menajuhi perselisihan, bersikap tenang dalam menghadapi cobaan yang menyesakkan hati, dan menampakkan rasa kecukupan ketika ditimpa kesusahan dalam kehidupan”. Sedikit berbeda dengan Ar-Raghib Al-Ashfihani, yang mengatakan bahwa sabar memiliki makna yang berbeda sesuai dengan konteks kejadiannya. Menahan diri saat ditimpa musibah dinamakan shabr (sabar), sedangkan lawan katanya jaza’ (gelisah, cemas, risau), menahan diri dalam peperangan dinamakan syaja’ah (keberanian) dan lawan katanya jubn (pengecut, lari dari peperangan), menahan diri dari kata-kata kasar disebut kitman (diam) dan lawan katanya ihdzar/hadzar (mengecam, marah). Namun secara umum, semua yang berkaitan dengan menahan biasanya dikategorikan sabar.

Keutamaan sabar
Mengenai sabar, Allah SWT berfirman, “wahai sekalian orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu sekalian dan teguhkanlah kesabaranmu itu dan tetaplah bersiap siaga” (Q.S. Ali Imran : 200).

Ayat ini memerintahkan untuk bersabar dalam menjalani ketaatan ketika mengalami musibah, menahan diri dari maksiat dengan jalan beribadah dan berjuang melawan kekufuran, serta bersiap siaga penuh untuk berjihad di jalan Allah SWT. Tentang ayat ini, Sahl bin Sa’ad meriwayatkan sebuah hadis dari Rasulullah SAW bahwa, “Satu hari berjihad di jalan Allah itu lebih baik ketimbang dunia dengan segala isinya” (HR. Al-Bukhari dan At-Tirmidzi).

Dalam Al-Quran Allah SWT juga berfirman, “Sesungguhnya akan kami berikan cobaan kepada kamu sekalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikan kabar gembira kepada orang-orang yang sabar” (Q.S. Al-Baqarah: 155).

Pada ayat ini Allah SWT menegaskan, seorang hamba Allah akan diuji dengan rasa takut, kelaparan, kemiskinan dan sebagainya. Dengan ujian ini akan tampak mana yang taat dan mana yang kufur. Tentu yang teguh dalam ketaatan kepada-Nya yang mendapat kabar gembira. Allah berfirman, “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahalanya tanpa batas” (Q.S. Az-Zumar:10).

Tentang ayat ini, Sayyidina Ali bin Abu Thalib menerangkan, setiap orang yang mencapai derajat muthi’ (orang yang taat), kelak akan ditimbang amalnya dengan timbangan atau takaran. Berbeda dengan orang yang berderajat shabir (orang yang sabar), mereka ini mengeruk pahala laksana mengeruk debu yang tidak terhitung jumlahnya.

Sungguh luar biasa derajat orang sabar. Selain mendapatkan pahala yang besar, juga dikatakan sebagai bagian dari iman. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan Imam Ad-Dailami dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Kesabaran adalah setengah dari iman”.

Begitulah keutamaan dan pentingnya bersabar, termasuk dalam menjalankannya. Insya Allah, setiap kali kita bersabar atas sesuatu yang tidak kita kehendaki dan bersabar atas apa yang belum kita kehendaki, pasti berbuah pahala dan hikmah yang tak ternilai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar